Selasa, 14 Desember 2010

pentingnya agama dalam kehidupan

Pemanasan global sedang berlangsung di muka bumi. Perubahan musim, mencairnya es di kutub dan kenaikan air laut, mengancam keselamatan bumi, seluruh kehidupan manusia dan alam. Semua itu terjadi akibat ulah sebagian manusia yang hidup tak berkebudayaan. Hidup tanpa memedulikan lagi nilai-nilai kemanusiaan seraya mengumbar keserakahan global. Dibutuhkan komitmen negara-negara dunia untuk menyelamatkan kehidupan di bumi. Sementara di  Indonesia sebagian orang masih asyik dengan dirinya sendiri, menghamba kepada kapitalisme dan gaya hidupnya yang selalu menuntut eksploitasi sumber alam tanpa batas, pembabatan hutan dan tuntutan hidup mewah yang mau tak mau harus diperoleh dari korupsi. Tidak adakah kekhawatiran negeri ini akan menerima akibat malapetaka yang paling dahsyat. Terlebih dahulu bila kita tak segera melakukan perubahan tindak dan prilaku hidup kita.Banyak kisah dan ceritera yang melukiskan ketamakan, kesombongan, keserakahan manusia yang berakibat membalik pada dirinya. Menghancurkan seluruh kehidupan dan alam lingkungannya. Tetapi kisah-kisah yang setiap kali seolah-olah lewat begitu saja di telinga manusia, sedikit yang menempel dalam hati nuraninya dan terwujud pada sikap moralnya, meskipun agama punya berpuluh ceritera dengan tujuan memberikan kesadaran manusia akan perilakunya yang tamak, sombong dan serakah. Karena perilakunyalah penghancuran bagi kehidupan dan alam lingkunganya terjadi. Dengan melihat kasus-kasus bencana sebagai akibat ulah manusia, maka sudah seharusnya manusia segera memperbaharui etika yang terbaik terhadap lingkungan hidup di era kesejagatan, juga tak kalah pentingnya peran agama dalam memberikan kontribusinya terhadap pembentukan karakter manusia yang berwawasan lingkungan 
2.        Masalah yang dibahas
Tulisan ini mencoba membahas kerusakan jagat karena ulah manusia, mencari penyebab kerusakan itu dan  kemudian mencari solusinya dengan membangun sebuah etika baru dan pentingnya peran agama dalam pembentukan karakter manusia yang berwawasan lingkungan. 
3.        Tujuan Penulisan
a.        Sebagai proses pembelajaran Ilmu Filsafat terutama dalam mencari penyebab suatu kasus;
b.        Merupakan bagian dari tugas mahasiswa tingkat doktoral yang harus dibuat dalam proses pembelajaran Ilmu Filsafat di Universitas Pasundan; 
4.        Pendekatan
Penulisan ini menggunakan pendekatan analisis pragmatis artinya membuat sebuah analisa yang berdasarkan pada hal-hal yang mudah dilihat dan dirasakan secara pragmatis.  
 
B.      KONDISI SAAT INI, ETIKA BARU DAN PERAN AGAMA DALAM KEHIDUPAN KESEJAGADAN
1.        Keadaan jagad saat ini
Kini malapetaka yang terjadi dalam kisah-kisah kuno seperti Sodom dan Gomora zaman nabi Luth dan banjir zaman nabi Nuh kembali mengancam kehidupan di muka bumi akibat ulah manusia. Pemanasan global atau global warning menjadi isu dunia dan tidak terkecuali Indonesia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan fosil, seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Gas rumah kaca juga timbul karena penggunaan peralatan elektronik, penggundulan hutan, kebakaran hutan, yang mengurangi penyerapan karbondioksida ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin banyak menampung gas-gas rumah kaca ini, karena karbon dioksida yang dilepas lebih banyak dari yang diserap, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi.Akibatnya rata-rata temperatur bumi meningkat. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,60c sejak 1861. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,4-5,60c pada 2100. Akibatnya akan terjadi perubahan iklim secara dramatik. Pola curah hujan berubah dan meningkat. Tetapi air akan lebih cepat menguap dari tanah. Badai akan menjadi lebih sering terjadi. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan laut juga akan menghangat, sehingga menaikan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es dikutub, sehingga memperbanyak volume air di laut. Tinggi permukaan laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20, dan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm pada abad 21.Di Indonesia, kenaikan permukaan air laut berpotensi menenggelamkan 50 meter daratan dari garis pantai kepulauan Indonesia, yang panjangnya 81.000 km. diperkirakan lebih dari 405.000 hektar daratan Indonesia akan tenggelam, ribuan pulau kecil akan lenyap dari peta Indonesia, abrasi pantai dan intrusi lautpun makin mengancam penduduk bumi. Air bersih bakal kian langka karena intrusi air laut yang mencemari tanah. Penduduk Jakarta dan kota-kota pesisir akan kekurangan air bersih. Di pantai ribuan dan mungkin jutaan tambak juga akan lenyap. Menurut IPCC dalam laporan awal April 2007, menyebutkan kenaikan rata-rata suhu tahunan di Indonesia antara 1970 dan 2004 mencapai 0,1-10c. Kondisi itu akan menurunkan produksi pangan, meningkatkan kerusakan pesisir, dan menyebabkan berbagai jenis fauna yang tidak mampu beradaptasi dengan temperatur panas akan musnah.Begitu parahnya kondisi yang bakal terjadi dalam pemanasan global, dan hanya dapat diperlambat dan kemudian dicegah, apabila tidak ada peningkatan emisi karbon karena keluasan hutan di bumi memiliki daya serap yang tinggi, dan berkurangnya pelepasan karbondioksida akibat pembakaran bahan bakar fosil. Khususnya di Indonesia keluasan hutan jauh berkurang karena penebangan dan kerusakan hutan. Itupun rupanya masih belum cukup, karena Departemen Kehutanan justru akan melelang lagi kawasan hutan Indonesia seluas 1.063.418 hektar, ini berarti seluas 2 kali pulau Bali. Pelelangan tersebut di 16 lokasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di seluruh Indonesia, termasuk Papua : 2 lokasi, Kalimantan Barat : 2 lokasi, Kalimantan Timur : 6 lokasi, Kalimantan Tengah : 3 lokasi, Sulawesi Tengah : 1 lokasi, Maluku Tengah : 1 lokasi, Jambi- Sumatera Selatan : 1 lokasi. Selain melelang izin HPH, Departemen Kehutanan juga akan melelang 9 kawasan HTI meliputi 2 lokasi di Riau. Satu di Jambi, 1 di Kalimantan Timur dan 5 di Sumatera Selatan. Tentu saja kebijakan ini akan semakin mengurangi keluasan jumlah hutan di Indonesia. Apakah dengan demikian kita tidak  sedang mempercepat terjadinya pemanasan global karena keluasan hutan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang.Yang lebih membingungkan lagi bahwa Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani 58 perjanjian kerja sama senilai US $ 12,4  milyar untuk pengembangan bio-fuel. Pengembangan bio-fuel ini terkait dengan 1 juta hektar pencadangan kawasan untuk perkebunan di Papua dan Kalimantan. Sejauh ini belum ada kepastian bahwa rencana itu tidak akan memanfaatkan lahan hutan alam, sebagai salah satu sasaran, ekspansi perkebunan kelapa sawit dsb, yang pada akhirnya akan semakin memperparah keadaan kondisi hutan di Indonesia. Biofuel memang bahan bakar yang ramah lingkungan karena emisi karbonnya sangat rendah, sehingga negara Uni Eropa sangat tertarik untuk meningkatkan kebutuhan biofuel. Namun dari perspektif lain karena bahan tersebut adalah minyak sawit, maka potensi perkebunan sawit akan semakin luas menghancurkan hutan alam di Indonesia. Itu berarti keuntungan bagi negara-negara Eropa karena menyelesaikan salah satu permasalahan lingkungannya, tetapi dilain pihak menghancurkan hutan di Indonesia. Barangkali permasalahan ini juga diketahui dan dimengerti oleh Pemerintah Indonesia, karena pemerintah bukan tidak memiliki ahli di bidang ini, hanya saja kepentingan lain lebih menarik sehingga perjanjian kerjasama ini ditandatangani.
 
2.        Pembahasan
Kehidupan berdemokrasi dan HAM selama ini cenderung disalahartikan sebagai sebuah kebebasan tanpa batas atau dipelintir dengan pengertian yang mengabaikan kewajiban-kewajiban yang mestinya menyatu dengan hak. Mahatma Gandhi menyatakan tujuh dosa yang mematikan dunia yang akan datang, yaitu : kaya tanpa kerja, senang tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moral, ilmu tanpa pri-kemanusiaan, agama tanpa pengorbanan dan politik tanpa prinsip. Ketujuh hal yang dikatakan dosa itu akan mematikan dunia adalah realitas yang sekarang terjadi di negeri ini. Itulah sebabnya diperlukan perubahan sikap yang didasarkan atas etika yang dibutuhkan dalam rangka penyelamatan kehidupan di bumi ini.Etika adalah batasan sikap dan perilaku serta kewajiban manusia dalam kehidupan bersama di suatu lingkungan. Dalam hal ini tentu saja setiap kawasan, setiap bangsa, dan negara memiliki etikanya sendiri-sendiri. Ketika manusia didalam kehidupannya tidak lagi dapat melepaskan keterkaitan dengan orang lain di tingkat wilayah, negara dan antara negara, dalam hubungan dengan kehidupan bersama di tingkat nasional dan dunia, maka dibutuhkan konsensus batasan sikap dan perilaku yang diterima oleh masyarakat dunia. Inilah yang disebut Etika Global.Menurut Hans Kung, Etika Global bukan ideologi atau batasan yang mengatasi aturan-aturan agama atau hukum negara. Etika global lebih sebagai “sebuah konsensus fundamental yang memadukan nilai-nilai standard dan sikap-sikap mutlak”. Ia mengatakan : etika global adalah sebuah konsensus dasar tentang nilai-nilai pengikat, kriteria yang tak terbatalkan, dan sikap dasar yang dikokohkan oleh semua agama meskipun terdapat perbedaan dogmatis, dan yang sesungguhnya dapat juga disumbangkan oleh kaum beriman. Tanpa konsensus etika dasar seperti itu, setiap komunitas, masyarakat negara lambat laun akan terancam oleh kekacauan, penindasan dari yang kuat dan kediktatoran.Maka dalam etika global setiap orang, individu maupun negara diwajibkan menghormati martabat ini dan menjaganya. Manusia harus selalu menjadi tujuan, tidak boleh sekedar menjadi alat, tidak boleh hanya merupakan obyek komersialisasi dan industri dalam ekonomi, politik dan lain-lain. Sebaliknya karena memiliki akal dan hati nurani setiap manusia diharuskan untuk berperilaku dengan cara manusiawi, menjaga dan memelihara alam dan lingkungannya, hidup berdampingan dengan alam dan lingkungannya, tidak mengekploitasi alam untuk kepentingan-kepentingan sesaat, dan selalu melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan. Perusahaan-perusahaan besar harus memiliki tanggung jawab, sosial terhadap lingkungannya atau biasa disebut dengan kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR adalah sebuah upaya yang dibiayai oleh perusahaan dalam rangka memperhatikan lingkungan dan menjaga lingkungan secara konsisten dan terus menerus, sehingga manfaatnya dirasakan oleh lingkungan sekitar. Sebagai contoh unilever di Indonesia telah memiliki CSR berjangkan panjang dengan pencapaian tujuan yang terarah dan terukur. Sehingga perubahan yang terjadi didalam masyarakat atau lingkungan dimana CSR ini dijalankan tampak nyata hasilnya. Kegiatan CSR yang dilakukan oleh unilever antara lain program Green and Clean disepanjang tepian sungai Brantas dan juga mengembangkan pengelolaan sampah menjadi kompos yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.Peran agama dalam menjaga lingkungan sebenarnya secara dogmatis telah dinyatakan, khususnya dalam al-Qur’an.Dalam Surat ar-Ruum ayat 41 yang artinya : telah nampak kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar. Juga dalam surat al-Baqarah ayat 12 yang artinya : …… janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.Jelaslah bahwa Islam sangat menentang tindakan manusia untuk melakukan kerusakan di muka bumi. Bahkan Allah mengancamnya dengan dosa yang besar bagi para perusak lingkungan. 
C.      KESIMPULAN DAN SARAN
1.        Kesimpulan
Akibat ulah manusia yang serakah dan berlebihan, dengan semena-mena telah memperlakukan bumi tidak pada tempatnya, antara lain pembalakan hutan, pembakaran bahan bakar fosil yang menimbulkan efek rumah kaca, penggunaan bahan kimia yang tak ramah lingkungan semuanya telah menyebabkan pemanasan global, badai, banjir, longsor, bahkan tsunami yang telah menghancurkan hidup dan kehidupan manusia.Kehancuran ini harus segera dihentikan melalui dipahaminya etika global yang pada intinya memperlakukan alam secara ramah yang berlandaskan kepada sebuah keyakinan agama yang tertuang dalam al-Qur’an secara dogmatis, bahwa merusak alam adalah melanggar hukum Allah.